Rabu, 15 Januari 2014

pengertian konsep dan tahap pembinaan


         A. Pengertian pembinaan 

Pembinaan secara etimologi berasal dari kata bina. Pembinaan adalah proses, pembuatan, cara pembinaan, pembaharuan, usaha dan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan baik.
Dalam pelaksanaan konsep pembinaan hendaknya didasarkan pada hal bersifat efektif dan pragmatis dalam arti dapat memberikan pemecahan persoalan yang dihadapi dengan sebaik-baiknya, dan pragmatis dalam arti mendasarkan fakta-fakta yang ada sesuai dengan kenyataan sehingga bermanfaat karena dapat diterapkan dalam praktek. 
Pembinaan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain untuk merubah kebiasaan yang tidak baik menjadi baik. Dalam hal ini, orang yang akan dibina adalah anak asuh. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan dan rohani anak asuh. Sistem pembinaan yang berlandaskan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 tidak lagi sekedar mengandung aspek penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk mewujudkan reintegrasi sosial anak binaan yaitu kesatuan hubungan binaan anak asuh, baik secara pribadi, anggota maupun sebagai insan Tuhan.       Pembinaan menurut Sudjana (2004: 209) pembinaan dapat diartikan sebagai rangkaian upaya pengendalian secara terprogram.                                                                
  B. Konsep pembinaan
 Menurut Parson (Jones & Hand, 1938 : 142 ,Dalam mengasuh anak orang tua menggunakan beberapa konsep pola asuh tertentu, di antaranya : sugesti, identifikasi, dan simpati. Sugesti dapat membangun kesadaran anak yang wujudnya adalah perilaku sadar dan meningkatnya kapasitas diri pada anak, identifikasi berfungsi sebagai transformasi sikap yang terdiri dari peningkatan wawasan pengetahuan, kecakapan, dan ketrampilan dalam suatu pembangunan, dan identifikasi berfungsi sebagai peningkatan kemampuan intelektual, keterampilan inisiatif, kemampuan inovatif untuk kemandirian.
  C. Tahap Tahap Pembinaan.
Menurut Sumodiningrat, Pembinaan tidak selamanya, melainkan dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pembinaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pembinaan akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi : 
Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 
Tahap Transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. 
Tahap Peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemadirian. 
Menurut Keiffer (1981), pembinaan yang dilakukan kemudian mencakup tiga hal pokok yakni kerakyatan, kemampuan sosial politik, dam berkompetensi partisipatif (Suharto,1997:215). Parson et.al (1994:106) juga mengajukan tiga dimensi dalam pelaksanaan pembinaan tersebut yang merujuk pada :
  1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.
  2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
  3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur yang masih menekan.
Lebih lanjut Sedarmayanti menjelaskan, kata pembinaan (empowerment) mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh. Proses pembinaan mengandung dua kecenderungan yaitu :
  1. Kecenderungan Primer, proses pembinaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya (survival of the fittes) proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
  2. Kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Dari dua kecenderungan diatas memang selain mempengaruhi dimana agar kecenderungan primer dapat terwujud maka harus lebih sering melalui kecenderungan sekunder.
Selanjutnya Tikson dalam Sani (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kegiatan yang dapat dijadikan tolak ukur dalam proses pembinaan masyarakat yaitu :
1. Pengorganisasian masyarakat
Bidang ini berkenaan dengan peningkatan partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan secara efektif melalui pengorganisasian. Masyarakat dapat diorganisasikan ke dalam beberapa bentuk, seperti organisasi kewilayahan yang luas, organisasi sektoral dan jaringannya atau aliansi dan koalisi. Organisasi-organisasi ini merupakan alat masyarakat untuk menyatakan kehendak mereka dan untuk mempengaruhi proses perubahan yang diinginkan.
2. Penguatan kelembagaan
Kegiatan ini pada dasarnya merupakan penguatan kemampuan organisasi yang telah ada dengan meningkatkan unsur : pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang ada termasuk didalamnya proses perguliran, manajemen, kemandirian kelompok, norma, dan nilai yang dianut organisasi agar kegiatan kolektif menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam penerapannya penguatan kelembagaan banyak dilakukan melalui pelatihan, keterampilan dan studi banding. Keterampilan dalam hal ini mencakup latihan kepemimpinan, penerapan organisasi dan manajemen keuangan, studi banding dilakukan untuk melihat kelompok di tempat lain yang telah berhasil meningkatkan produktivitas kerja organisasi.
3 Manajemen sumber daya 
Kegiatan ini untuk menjamin bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan apabila mereka mampu mengelola sumber daya dengan baik, termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan pengembangan organisasi sosial yang dapat melakukan fungsi pelayanan sosial, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi, dan kegiatan lain yang dianggap perlu. Di samping itu organisasi ekonomi diperlukan untuk memformulasikan berbagai kegiatan ekonomi yang ada menjadi lebih beragam dan luas sehingga dapat memperluas lapangan kerja. Kegiatan konservasi dan rehabilitas lingkungan demi terciptanya pembangunan ekologi dan ekosistem juga menjadi perhatian.
Sejalan dengan hal tersebut, Ohama (2001) secara operasional menjelaskan dua unsur pembangunan yang sangat fundamental dalam kaitannya dengan pembinaan masyarakat lokal yaitu : 
Sumber daya, dalam hal ini pemanfaatan/pengelolaan sumber daya fisik, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan tekhnologi. 
Organisasi sebagai pelaku. Norma, nilai yang membatasi/mengatur anggota dalam pencapaian tujuan 

3. Strategi dan Prinsip Pembinaan
Parson et.al (1994:112-113) menyatakan bahwa proses pembinaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pembinaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien (masyarakat) dalam setting pertolongan perseorangan. Dalam konteks pekejaan sosial pembinaan dapat dilakukan melalui :
  1. Asas Mikro, pembinaan melalui bimbingan tujuannya membimbing atau melatih masyarakat dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan. Model yang sering disebut pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).
  2. Asas Mezzo, pembinaan dilakukan pada sekelompok klien (masyarakat), metode ini dilakukan dengan menggunakan kelompok, media intervensi, tujuan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menghadapi permasalahan.
  3. Asas Makro, pendekatan sistem besar (large system strategy) perumusan kebijakan, perencanaan sosial, aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. Metode ini memandang kilen sebagai orang memiliki kompetensi.
Menurut beberapa penulis seperti, Solomon (1976), Rappaport (1981-1984), Pinderhughes (1983), Swift (1984), Swift and Lenn (1987), Week,Rapp,Sulivan dan kisthardt (1989), terdapat beberapa prinsip pembinaan menurut perspektif sosial (Suharto, 1997:216-217), Yaitu : 
Pembinaan adalah sebuah proses kolaboratif 
Proses pembinaan menempatkan masyarakat sebagai aktor subjek yang berkompeten 
kompetisi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup. 
solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus 
jaringan-jaringan sosial informal sebagai sumber dukungan 
masyarakat harus berpartisipasi dalam pembinaan 
keberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber secara efektif dan efisien. 
proses pembinaan bersifat dinamis, sinergis, evolutif. 
Dari pandangan mengenai pembangunan masyarakat memperjelas bahwa sasaran dari pembangunan masyarakat adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai hidup yang lebih baik. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencapai pembangunan masyarakat (Salman, 2005) antara lain;
  • Pendekatan self help (menolong diri sendiri), masyarakat dapat meningkatkan dan memperbaiki kondisi sosialnya. Anggapan dalam pendekatan ini bahwa masyarakat dapat, akan, dan seharusnya berkolaborasi dalam memecahkan masalahnya.
  • Pendekatan technical assistance (bantuan teknis), bahwa struktur dapat mempengaruhi perilaku, anggapan dalam pendekatan ini yakni dengan memberikan bantuan teknis seperti teknologi, informasi, atau cara berfikir sehingga dapat saling bekerja sama dengan masyarakat.
  • Pendekatan conflict (konflik), yakni masyarakat dipolarisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok untuk kemudian mengembangkan dirinya dalam mendapatkan sumber daya dalam rangka memperbaiki kondisi ekonominya.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar